Dianggap Aib dan Makan Biaya, Korban Kekerasan Enggan Melapor

1 komentar

Perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di DIY enggan melaporkan kejadian yang menimpa mereka karena menganggap kasus itu bisa menimbulkan aib bagi keluarga.

Akibat kesalahan persepsi itu,banyak kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani maksimal. Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Pemorv DIY Sulistyo mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY dari tahun ke tahun terus meningkat. Sayangnya, banyak kejadian yang tidak dilaporkan masyarakat karena kasus kekerasan dalam keluarga dianggap aib.“Penilaian aksi kekerasan dianggap aib keluarga.

Faktor ekonomi, biaya dan waktu, kadang korban masih mendapat ancaman dari pelaku itulah yang menjadikan fenomenanya tidak terungkap,” paparnya di sela-sela peresmian Gedung Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak sekaligus Sekretariat Forum Perlindungan Korban, Kekerasan, dan Telepon Sahabat Anak (TESA) di Balerejo, Umbulharjo,kemarin. Fenomena aksi kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin meningkat menjadi dasar dari kebijakan penyediaan lembaga tersebut.

Dengan fasilitas yang dimiliki, perlindungan yang diberikan diharapkan akan semakin terpadu. Terlebih,saat ini kebutuhan perlindungan terhadap kekerasan tersebut terus meluas dengan banyaknya permohonan perlindungan dari masyarakat dari luar DIY. “Banyak pemohon perlindungan yang datang bahkan dari luar DIY,” ujarnya. Ketua Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DIY Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengatakan,fenomena aksi kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin kompleks.

”Rekso Dyah Utami sudah bekerja sama dengan pemerintah, khususnya SKPD terkait dalam hal pelaksanaan pelayanan pada korban kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujarnya. Dia berharap dengan hadirnya pusat pelayanan itu dapat membantu masyarakat yang anggota keluarganya mengalami kekerasan. Dari data Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rifka Annisa, selama 2009 hingga November 2012, tercatat ada 1.204 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Dari jumlah itu, kasus kekerasan terhadap istri (KTI) sebanyak 835 kasus, kekerasan dalam pacaran (KDP) 133 kasus, perkosaan 133 kasus, pelecehan seksual 69 kasus, kekerasan dalam keluarga 35 kasus, dan trafficking (penjualan perempuan) 5 kasus. Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Yogyakarta Fabiamus Dimas Ariyanto mengungkapkan, kasus pelecehan seksual umumnya terjadi di lokasi warung internet (warnet) dan rata-rata korbannya masih di bawah umur dan berstatus pelajar.
Lebih baru Terlama

Related Posts

1 komentar

Posting Komentar

Berlangganan